Blog post -

Memberikan Akses Energi Aman ke Jutaan Pengguna di Asia Tenggara

"Kita perlu meninjau masalah dari sisi yang berbeda. Kita perlu berpikir dalam skala besar. Kita perlu berpikir dalam konsep murah." -Daniel Sadoway, pakar baterai ternama dari MIT.

Asia Tenggara membutuhkan solusi energi hemat biaya yang dapat diberikan kepada 650 juta orang, yang banyak hidup di kepulauan terpencil dan area pegunungan. Hanya 78,7 persen dari rumah tangga di wilayah ini yang memiliki listrik, dan 100 juta orang lainnya tidak terhubung ke pasokan listrik. Permintaan energi telah naik sebesar 60 persen dalam 15 tahun terakhir dan diperkirakan akan meningkat sebesar kira-kira jumlah yang sama pada 2040, karena ekonomi yang bertumbuh di wilayah ini akan bertambah ukurannya menjadi tiga kali lipat, sementara populasi bertambah 20 persen. Peningkatan pendapatan di wilayah ini menimbulkan urbanisasi yang cepat, kepemilikan tinggi atas rumah, dan bertambahnya permintaan untuk sistem pendinginan. Listrik akan berperan dalam sebagian besar dari penggunaan energi tersebut.

Para pengamat industri memprediksikan bahwa energi terbarukan akan berharga lebih rendah dari bahan bakar fosil pada 2020 nanti, sehingga para pemerintah Asia Tenggara sedang mempertimbangkan energi terbarukan sebagai bagian dari komposisi campuran energi mereka. Energi terbarukan berpotensi untuk memberikan daya lebih besar, serta untuk memasok daya universal tanpa terputus ke area terpencil, kepulauan, dan kota-kota kecil yang sulit dijangkau oleh jaringan listrik. Iklim di wilayah ini juga mendukung bagi pembangkitan energi melalui surya dan angin, dan Asia Tenggara dapat menjadi pusat bagi industri energi bersih.

Arsitektur Energi: Tantangan, Risiko, dan Pendekatan Baru

Output energi terbarukan, terutama dari pembangkit tenaga surya dan angin, dapat bersifat tidak teramalkan. Sumber listrik tidak tentu ini dapat merusak jaringan listrik karena adanya lonjakan-lonjakan.

Secara tradisonal, solusinya adalah dengan menggunakan "cadangan berputar" -- suatu jaringan cadangan dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil, yang dirancang untuk memenuhi puncak permintaan. Sejalan dengan hal ini, Sistem Penyimpanan Energi (ESS) memberikan solusi lebih masuk akal untuk menyimpan dan mendistribusikan energi selama periode puncak aktif/nonaktif. Kemajuan dalam teknologi telah memberi janji dalam pembuatan baterai sebagai komponen penting dari portfolio energi kita. Sebagai tambahan bagi manfaat penyeimbang beban dari ESS, baterai stasioner -- terutama Litium-ion (Li-ion) -- juga mendukung pengumpanan balik energi berlebih ke dalam jaringan.

Investasi sepanjang tahun-tahun terakhir dalam teknologi, rantai pasokan, dan fasilitas produksi, telah membawa harga baterai Li-ion turun hingga memungkinkan solusi terukur.

Sementara itu, Sementara itu, penggunaan baru untuk baterai juga muncul.

Rumah, Sekolah, dan Kantor: Sekarang baterai turut serta

Di California Selatan, baterai Powerwall dari Tesla telah memperkuat ratusan rumah. Baru-baru ini di Hawaii, yang memiliki salah satu laju listrik tertinggi di A.S., perusahaan ini menyebarkan Powerwall untuk mengendalikan lebih dari ribuan ruang kelas di Hawaii, tanpa meningkatkan biaya energi secara signifikan bagi sekolah umum.

Asia Tenggara serupa dengan Hawaii; wilayah ini memiliki sebaran pulau-pulau dan beriklim tropis. Wilayah ini memiliki salah satu laju listrik tertinggi di dunia.

Bagi masyarakat terpencil di Asia Tenggara, jaringan mikro mewakili alternatif yang baik dan dan ramah lingkungan dibandingkan dengan jaringan listrik tradisional dengan sentralisasi.

Sebagai contoh, di Indonesia yaitu di pulau Sumba, terdapat contoh dalam pengintegrasian penyimpanan energi ke jaringan mikro untuk penyaluran listrik ke daerah terpencil. Wilayah pegunungan serta desa-desanya yang terpencil, membuat perusahaan listrik di pulau ini kesulitan memasang saluran listrik konvensional dan menyalurkan listrik bagi 650.000 penduduknya. Sebelum pengenalan jaringan mikro dan penyimpanan energi pada tahun 2013, hanya 25 persen dari populasi ini yang memiliki akses ke listrik.[1]

Dengan bekerja bersama Asia Development Bank dan kelompok eksternal lainnya, pemerintah setempat membangun pusat pembangkit tenaga. Sasarannya adalah untuk memenuhi permintaan yang terus bertambah bagi listrik dengan 100 persen energi terbarukan, termasuk pembangkit dengan angin, beberapa pembangkit fotovoltaik tenaga surya, dan pembangkit listrik tenaga air mikro. Pihak berwenang memesan baterai ESS dengan aliran 400 kW di pulau tersebut pada akhir 2013 agar dapat mengintegrasikan energi terbarukan secara efisien dan meningkatkan stabilitas serta kualitas Jaringan listrik.

Model penggunaan utilitas nasional dan kerja sama lokal di Sumba dapat berpotensi mengarah ke lapangann kerja yang berkelanjutan serta peluang berkelanjutan untuk memperoleh energi bersih domestk.

Listrik Di Mana Saja, Tapi Amankah?

Manfaat ekonomi dan lingkungan membuat kasus bisnis dalam penggunaan baterai di wilayah Asia Tenggara menjadi menarik. Namun beberapa aplikasi ESS telah muncul dalam kemajuan standar keamanan yang mencukupi, yang menimbulkan risiko baru dan membutuhkan pengamanan baru.

Komersialisasi cepat dari teknologi baterai seperti Li-ion juga telah menuntut pengembangan standar keamanan. Ketika teknologi baterai terus berevolusi, terdapat kebutuhan untuk mengembangkan standar keamanan berbasis konsensus untuk mencerminkan status dari pengetahuan teknis.

Karena semakin banyak utilitas, bangunan komersial dan pemilik rumah memasang ESS untuk mengantarkan listrik ke daerah terpencil atau menyediakan listrik di lokasi, modernisasi berkelanjutan dari jaringan ini menciptakan kebutuhan akan sistem energi yang lebih aman.

Melalui kerja sama yang terbuka di antara sejumlah pemangku kepentingan, kami telah mengembangkan dan merilis Standar untuk Sistem dan Peralatan Penyimpanan Energi (UL9540) pada 2016.

UL9540 menangani masalah penting yang berkaitan dengan ESS. Standar ini mencakup keamanan sistem baterai, keamanan fungsional, konektivitas jaringan, interkoneksi dengan sistem perkabelan lokasi, kinerja lingkungan, pembatasan dan deteksi kebakaran serta supresinya. Standar baru ini dimaksudkan untuk menjaga penggunaan teknologi ESS yang semakin meningkat dalam berbagai tipe sistem termasuk jaringan mikro, berbagai penggunaan dan fungsi, serta serangkaian potensi pengguna sistem.

Akses Pengguna Mengarah ke Peningkatan Kehidupan

Masa depan dari teknologi penyimpanan energi adalah masa depan yang cerah.

Jaringan mikro telah mengubah situasi bagi energi terbarukan, dan negara-negara Asia Tenggara diperkirakan akan menginvestasikan $13,6 miliar dalam infrastruktur jaringan listrik pintar yang terintegrasi, hingga 2024. Yang lebih penting adalah, kemampuan untuk memberikan akses energi ke pengguna akhir, dan akan terus menciptakan bentuk lapanggan kerja baru, dan pada akhirnya meningkatkan kehidupan dari banyak penduduk di wilayah ini.

Terhubunglah dengan UL untuk mengetahui selengkapnya mengenai standar keamanan ESS.


[1] International Finance Corporation, World Bank Group (2017) “Energy Storage Trends And Opportunities in Emerging Markets’: https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/ed6f9f7f-f197-4915-8ab6-56b92d50865d/7151-IFC-EnergyStorage-report.pdf?MOD=AJPERES

Related links

Topics

  • Energy

Categories

  • energy storage system
  • renewable energy
  • renewables

Related content